NAMA : Dwi
Aryanto
KELAS :
2DB01
NPM :
32113663
JUDUL TUGAS :
pendidikan pancasila
A.
LATAR
BELAKANG
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
Sedangkan
Pancasila , Secara etimologi istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta.
Dalam bahasa Sansekerta Pancasila memiliki arti yaitu : Panca artinya lima
Syila artinya batu sendi, alas/dasar Syiila artinya peraturan tingkah laku yang
baik Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara
resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 and tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun. II No. 7
tanggal 15 Februari 1946 bersama-sama dengan Batang Tubuh UUD 1945.
Jadi
pendidikan pancasila sendiri merupakan sekumpulan materi didikan dan pengenalan
akan pancasila sebagai dasar negara, dan untuk menanamkan ideologi pancasila
itu sendiri kepada anak didik.
Pengertian Pancasila Secara Etimologis,
Historis, & Terminologis
Pengertian pendidikan pancasila sendiri menurut
beberapa sumber merupakan sekumpulan materi didikan dan pengenalan akan
pancasila sebagai dasar negara, dan untuk menanamkan ideologi pancasila itu
sendiri kepada anak didik.
Hakikat Pancasila
Kedudukan dan fungsi Pancasila bilamana dikaji secara ilmiah memliki pengertian pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan Negara, sabagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus didesktipsikan secara objektif. Selain itu, pancasila secara kedudukan dan fungsinya juga harus dipahami secara kronologis.
Oleh karena itu, untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila tersebut meliputi lingkup pengertian sebagai berikut :
Pengertian Pancasila secara etimologis
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta perkataan “Pancasila” memilki dua macam arti secara leksikal yaitu :
“panca” artinya “lima”
“syila” vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila “ yang memilki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah adalah istilah “Panca Syilla” dengan vokal i pendek yang memilki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.
Pengertian Pancasila secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
Pengertian Pancasila secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka panitia Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 aturan Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Kedudukan dan fungsi Pancasila bilamana dikaji secara ilmiah memliki pengertian pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan Negara, sabagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus didesktipsikan secara objektif. Selain itu, pancasila secara kedudukan dan fungsinya juga harus dipahami secara kronologis.
Oleh karena itu, untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila tersebut meliputi lingkup pengertian sebagai berikut :
Pengertian Pancasila secara etimologis
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta perkataan “Pancasila” memilki dua macam arti secara leksikal yaitu :
“panca” artinya “lima”
“syila” vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila “ yang memilki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah adalah istilah “Panca Syilla” dengan vokal i pendek yang memilki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.
Pengertian Pancasila secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
Pengertian Pancasila secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka panitia Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 aturan Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila adalah dasar
negara Indonesia. Masyarakat, bangsa dan negara Indonesia semestinya memiliki
kekuatan “kesadaran budaya pancasila” yang tinggi, karena kesadaran budaya
adalah suatu inti dari peradaban umat manusia atau suatu bangsa. Namun adanya
sebuah fenomena yang membuat masyarakat Indonesia enggan untuk membicarakan
kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara berdasarkan pancasila. Fenomena itu
terhitung semenjak runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998 lalu. Padahal,
masyarakat Indonesia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi masuknya
ideology asing sebagai akibat era globalisasi. Saat ini, Indonesia sedang
mengalami krisis ideology. Tidaklah mungkin bangsa dan negara Indonesia
membangun budaya politik dan pemerintah bangsa Indonesia yang mengabaikan
ideology Pancasila, sebab pembangunan budaya politik dan pemerintahan Indonesia
akan menjauhkan diri dari akar budayanya. Hal ini terbukti dengan adanya KKN,
yang jelas-jelas amat bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Saat ini, tidaklah banyak elit bangsa Indonesia yang sepenuhnya sadar akan
adanya krisis ideology ini, karena mereka lebih focus untuk memperebutkan
kekuasaan ketimbang menjaga stabilitas negara Indonesia.
Maka dari itu
diperlukan adanya suatu paradigm baru untuk memposisikan dan memerankan
Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup, yaitu “Paradigma Dinamika
Internal Indonesia”, yaitu suatu paradigm yang melihat bangsa dan negara
Indonesia sebagai subjek kreatif dan produktif dalam melaksanakan Pancasila.
Yang lebih utama lagi, Pancasila harus dijadikan sebagai sumber utama dalam
diri kita dalam melihat dan memandang nila-nilai eksternal, terutama ideology
asing, seperti ideology kiri (komunisme sosialis) dan kanan (kapitalisme
liberal). Sebenarnya, pemberian pendidikan Pancasila dalam lembaga pendidikan,
mulai Sekolah Dasar hingga Peguruan Tinggi, akan memberikan kekuatan internal
dari kaum terdidik. Hanya saja pendidikan yang diberikan saat ini kurang
mendasar dan metodologi yang salah. Juga adanya pengaruh dari tenaga pendidik
yang tidak sepenuhnya yakin akan kebenaran Pancasila. Kegagalan membudayakan
Pancasila melalui Penataran P-4 (1978-1998) bersumber dari ketidakjujuran
penguasa dan penyelenggara negara dalam mentransformasikan nilai-nilai
Pancasila, termasuk sikap dan tindakan yang menjadikan Pancasila sebagai ala
untuk mempertahankan kekuasaan. Adapun kelemahan-kelemahan pendidikan Pancasila
di lembaga pendidikan antara lain:
1. Pendidikan Pancasila hanya terbatas pada
proses hafalan saja.
2. Pendidikan Pancasila tidak memiliki metodologi
yang tepat.
3. Pendidikan Pancasila belum mampu menghadapi
eksistensi ideologi asing.
Untuk mengetahui hasil
dari pendidikan Pancasila memang sangat sulit, sebab hasil dari pendidikan
Pancasila memang bersifat abstrak dan internal. Di samping itu untuk
mensosialisasikan membudayakan Pancasila memang tidaklah mudah di tengah
masyarakat Indonesia yang tradisional dan berubah. Kita harus mau jujur
mengakui bahwa para tenaga pengajar belum mampu untuk meyakinkan Pancasila yang
merupakan Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia adalah suatu dasar
atau pandangan hidup yang memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan
ideology-ideologi asing yang masuk ke Indonesia.
Selama ini sangatlah
jarang pihak-pihak tertentu yang secara jujur untuk membicarakan ancaman dan
kelemahan bangsa dan negara Indonesia dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945.
Bahkan tak jarang UUD dan Pancasila dijadikan sebagai alat pembenar atas tindakan-tindakan
yang menyimpang atau bertentangan dengan pandangan hidup bangsa. Ketika
pancasila sebagai ideology Bangsa Indonesia yang tidak mampu lagi untuk
berjuang membela kebenaran dan keadilan maka ketika itu pula kedudukan
Pancasila menjadi lemah dan menjadi alat kekuasaan. Patologi budaya adalah
suatu potensi atau kekuatan yang terjadi dalam masyarakat, yang dapat mengancam
dan menghancurkan keutuhan budaya yang didukung oleh masyarakat itu sendiri.
Sehingga budayanya tak mampu memberikan nilai dan unsure yang sesuai dengan
harapan masyarakat sendiri. Patologi budaya akan terjadi ketika masyarakat
memiliki keinginan yang sangat tinggi, namun tidak memiliki kemampuan untuk
mencapai keinginan itu hingga memunculkan adanya ketergantungan dengan pihak asing
yang menyodorkan bantuan modal dan teknologi. Patologi budaya ini bukan hanya
datang dari aspek ekonomi saja, namun juga dari pendidikan, hukum, social
budaya, kehidupan beragama, politik dan pemerintahan, lingkungan hidup dan
sumber daya alam, serta ketertiban dan keamanan.
Masyarakat, bangsa
negara Indonesia membutuhkan sikap dan perilaku yang konsisten, koheren, dan
korespondensi untuk melaksanakan dan mengamalkan Pancasila. Selama ini
ada kesan untuk mendudukan Pancasila secara tidak proporsional, dimana
Pancasila di anggap sebagai dasar dari kehidupan dalam kehidupan sosial dan
budaya saja. Bersikap dan berperilaku konsisten atas Pancasila memiliki makna
yaitu warga negara atau subjek harus mampu mewujudkan apa yang menjadi
pemikirannya dalam bentuk tindakan dan perilaku. Sikap dan perilaku koherensi
ialah suatu sikap dan perilaku yang mengakui adanya nilai-nilai kebenaran dan
kebaikan yang bersifat intersubyektif. Sedangkan yang dimaksudkan dengan
korespodensi ialah suatu gagasan atau konsep yang menyatakan bahwa nilai-nilai
yang dianggap benar dan baik itu tidak hanya dalam hubungan intersubyektif,
namun juga dengan alam semesta.
Sangat diperlukan
adanya revitalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Revitalisasi
adalah suatu aktivitas untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kehidupan
berbangsa dan bernegara yang ideal karena mengalami bias atau kemunduran. Perlu
ditekankan disini, yang perlu direvitalisasi adalah semangat dan kesadaran
dalam berbangsa dan bernegara, bukan nilai-nilai Pancasilanya. Karena
nilai-nilai Pancasia itu sifatnya abadi dan universal.
Adapun
kompetensi-kompetensi yang diharapkan dari pendidikan kewarganegaraan yaitu :
1. Hakikat pendidikan kewarganegaraan yang
dimaksudkan agar kita sadar bernegara untuk bela negara dan cinta tanah air
berdasarkan Pancasila.
2. Pembekalan IPTEKS yang berlandaskan Pancasila,
nilai-nilai keagamaan, dan nilai perjuangan bangsa untuk mengantisipasi
perkembangan masa depan negara.
3. Menumbuhkan wawasan warga negara dalam hal
persahabatan, pengertian antarbangsa, perdamaian dunia, kesadaran bela negara,
dan sikap berdasarkan nilai bangsa.
4. Mampu meningkatkan kecerdasan, serta harkat
martabat bangsa.
Pancasila yang terdiri
dari atas 5 sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat dan suatu asas
sendiri. Fungsi sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang sistematis. Satu kesatuan sila pancasil yang bersifat organis tersebut
pada hakikatnya bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia. Susunan
pancasila adalah hirarkis dan berbentuk pyramidal. Pengertian pyramidal
digunakan untuk menggambarkan hubungan hirarki sila-sila Pancasila dalam urutan
luas (kuantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kualitas). Kalau dilihat dari
intinya urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya
dan isi sifatnya merupakan pengkhususan sila-sila di mukanya. Kesatuan sila
Pancasila yang Majemuk Tunggal dan Piramidal juga memiliki sifat saling mengisi
dan saling mengkualifikasi yang bukan hanya bersifat logis saja, namun juga
ontologis yang juga dapat dikatakan dasar antropologis karena subjeknya
merupakan manusia; epistimologis yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia;
serta aksiologis. Prinsip dasar ini merupakan cita-cita bangsa, namun juga
sebenarnya diangkat dari kenyataan. Nilai-nilai pancasila pada hakikatnya
merupakan sumber dari segala hukum negara. Nilai-nilai Pancasila terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok Kaidah
Negara yang Fundamental.
Adapun nilai-nilai
yang terkandung pada masing-masing sila adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa. Segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara harus dijwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Dalam kehidupan kenegaraan harus mewujudkan
tercapainya tujuan ketinggian harkat martabat manusia dan HAM harus terjamin.
3. Persatuan Indonesia. Perbedaan di negara Indonesia adalah
sebuah konsekuensi dan harus masing-masing mengikatkan diri dalam slogan
Bhineka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Demokrasi mutlak harus dilaksanakan dalam
hidup negara, karena rakyat adalah asal kekuasaan negara.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Merupakan tujuan negara. Keadilan harus
terwujud dalam kehidupan social yang didasari dengan keadilan kemanusiaan .
TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA
Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu
masyarakat dan pemerintah suatu Negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan
generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan negarasecara berguna
dan bermakna .
Untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta
perilaku yang cinta tanah air perlu pengembangan wawasan dan ketahanan pada
setiap warga Negara.
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang system Pendidikan Nasional dan
juga termuat dalam SK Dirjen Dikti. No.38/DIKTI/Kep/2003, dijelaskan bahwa
tujuan Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan
terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan
taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai
golongan agama, kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang
mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran diarahkan pada perilaku
yang mendukung upaya terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan Masyarakat
Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan sikap
dan perilaku:
1. Memiliki kemampuan untuk
mengambil sikap yang bertanggungjawab sesuai dengan hati nuraninya.
2. Memiliki kemampuan untuk
mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya.
3. Mengenali
perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4. Memiliki kemampuan untuk
memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa
untuk menggalang persatuan Indonesia.
5. Perilaku yang memancarkan
iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
6. Perilaku yang bersifat
kemanusiaan yang adil beradab;
7. Perilaku kebudayaan, dan
8. Beraneka kepentingan
perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di
atas kepentingan perorangan dan golongan.
KESIMPULAN
Pendidikan
pancasila yang menjadi sumber dan pedoman bangsa mengantarkan mahasiswa dapat
mengembangkan kepribadiannya serta dapat membantu mewujudkan nilai-nilai dasar
pancasila dan kesadaran berbangsa dan bernegara. Pendidikan pancasila juga
bertujuan untuk menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis
serta berpandangan luas sebagai manusia intelektual.
0 komentar:
Posting Komentar