Rabu, 24 September 2014

PENDIDIKAN PANCASILA



http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQsXErVhG_RHJPSbcGqIPJvfrzo1jHCs2gt9gMrKa3p7p77tlUJRQ








NAMA                 :   Dwi Aryanto
KELAS                  :   2DB01
NPM                    :   32113663
JUDUL TUGAS   :   pendidikan pancasila


A.              LATAR BELAKANG

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Sedangkan Pancasila , Secara etimologi istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta. Dalam bahasa Sansekerta Pancasila memiliki arti yaitu : Panca artinya lima Syila artinya batu sendi, alas/dasar Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 and tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun. II No. 7 tanggal 15 Februari 1946 bersama-sama dengan Batang Tubuh UUD 1945.

Jadi pendidikan pancasila sendiri merupakan sekumpulan materi didikan dan pengenalan akan pancasila sebagai dasar negara, dan untuk menanamkan ideologi pancasila itu sendiri kepada anak didik.



                                                                   








Pengertian Pancasila Secara Etimologis, Historis, & Terminologis
Pengertian pendidikan pancasila sendiri menurut beberapa sumber merupakan sekumpulan materi didikan dan pengenalan akan pancasila sebagai dasar negara, dan untuk menanamkan ideologi pancasila itu sendiri kepada anak didik.
Hakikat Pancasila 

Kedudukan dan fungsi Pancasila bilamana dikaji secara ilmiah memliki pengertian pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan Negara, sabagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus didesktipsikan secara objektif. Selain itu, pancasila secara kedudukan dan fungsinya juga harus dipahami secara kronologis.

Oleh karena itu, untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila tersebut meliputi lingkup pengertian sebagai berikut :

Pengertian Pancasila secara etimologis

Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta perkataan “Pancasila” memilki dua macam arti secara leksikal yaitu :

“panca” artinya “lima”

“syila” vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”

“syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”

Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila “ yang memilki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah adalah istilah “Panca Syilla” dengan vokal i pendek yang memilki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.

Pengertian Pancasila secara Historis


Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.

Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.

Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.

Pengertian Pancasila secara Terminologis

Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka panitia Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 aturan Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.

Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :

      1. Ketuhanan Yang Maha Esa

      2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

      3. Persatuan Indonesia

      4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

      5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.


Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Masyarakat, bangsa dan negara Indonesia semestinya memiliki kekuatan “kesadaran budaya pancasila” yang tinggi, karena kesadaran budaya adalah suatu inti dari peradaban umat manusia atau suatu bangsa. Namun adanya sebuah fenomena yang membuat masyarakat Indonesia enggan untuk membicarakan kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara berdasarkan pancasila. Fenomena itu terhitung semenjak runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998 lalu. Padahal, masyarakat Indonesia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi masuknya ideology asing sebagai akibat era globalisasi. Saat ini, Indonesia sedang mengalami krisis ideology. Tidaklah mungkin bangsa dan negara Indonesia membangun budaya politik dan pemerintah bangsa Indonesia yang mengabaikan ideology Pancasila, sebab pembangunan budaya politik dan pemerintahan Indonesia akan menjauhkan diri dari akar budayanya. Hal ini terbukti dengan adanya KKN, yang jelas-jelas amat bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Saat ini, tidaklah banyak elit bangsa Indonesia yang sepenuhnya sadar akan adanya krisis ideology ini, karena mereka lebih focus untuk memperebutkan kekuasaan ketimbang menjaga stabilitas negara Indonesia.
Maka dari itu diperlukan adanya suatu paradigm baru untuk memposisikan dan memerankan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup, yaitu “Paradigma Dinamika Internal Indonesia”, yaitu suatu paradigm yang melihat bangsa dan negara Indonesia sebagai subjek kreatif dan produktif dalam melaksanakan Pancasila. Yang lebih utama lagi, Pancasila harus dijadikan sebagai sumber utama dalam diri kita dalam melihat dan memandang nila-nilai eksternal, terutama ideology asing, seperti ideology kiri (komunisme sosialis) dan kanan (kapitalisme liberal). Sebenarnya, pemberian pendidikan Pancasila dalam lembaga pendidikan, mulai Sekolah Dasar hingga Peguruan Tinggi, akan memberikan kekuatan internal dari kaum terdidik. Hanya saja pendidikan yang diberikan saat ini kurang mendasar dan metodologi yang salah. Juga adanya pengaruh dari tenaga pendidik yang tidak sepenuhnya yakin akan kebenaran Pancasila. Kegagalan membudayakan Pancasila melalui Penataran P-4 (1978-1998) bersumber dari ketidakjujuran penguasa dan penyelenggara negara dalam mentransformasikan nilai-nilai Pancasila, termasuk sikap dan tindakan yang menjadikan Pancasila sebagai ala untuk mempertahankan kekuasaan. Adapun kelemahan-kelemahan pendidikan Pancasila di lembaga pendidikan antara lain:
1.    Pendidikan Pancasila hanya terbatas pada proses hafalan saja.
2.    Pendidikan Pancasila tidak memiliki metodologi yang tepat.
3.    Pendidikan Pancasila belum mampu menghadapi eksistensi ideologi asing.
Untuk mengetahui hasil dari pendidikan Pancasila memang sangat sulit, sebab hasil dari pendidikan Pancasila memang bersifat abstrak dan internal. Di samping itu untuk mensosialisasikan  membudayakan Pancasila memang tidaklah mudah di tengah masyarakat Indonesia yang tradisional dan berubah. Kita harus mau jujur mengakui bahwa para tenaga pengajar belum mampu untuk meyakinkan Pancasila yang merupakan Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia adalah suatu dasar atau pandangan hidup yang memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan ideology-ideologi asing yang masuk ke Indonesia.
Selama ini sangatlah jarang pihak-pihak tertentu yang secara jujur untuk membicarakan ancaman dan kelemahan bangsa dan negara Indonesia dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945. Bahkan tak jarang UUD dan Pancasila dijadikan sebagai alat pembenar atas tindakan-tindakan yang menyimpang atau bertentangan dengan pandangan hidup bangsa. Ketika pancasila sebagai ideology Bangsa Indonesia yang tidak mampu lagi untuk berjuang membela kebenaran dan keadilan maka ketika itu pula kedudukan Pancasila menjadi lemah dan menjadi alat kekuasaan. Patologi budaya adalah suatu potensi atau kekuatan yang terjadi dalam masyarakat, yang dapat mengancam dan menghancurkan keutuhan budaya yang didukung oleh masyarakat itu sendiri. Sehingga budayanya tak mampu memberikan nilai dan unsure yang sesuai dengan harapan masyarakat sendiri. Patologi budaya akan terjadi ketika masyarakat memiliki keinginan yang sangat tinggi, namun tidak memiliki kemampuan untuk mencapai keinginan itu hingga memunculkan adanya ketergantungan dengan pihak asing yang menyodorkan bantuan modal dan teknologi. Patologi budaya ini bukan hanya datang dari aspek ekonomi saja, namun juga dari pendidikan, hukum, social budaya, kehidupan beragama, politik dan pemerintahan, lingkungan hidup dan sumber daya alam, serta ketertiban dan keamanan.
Masyarakat, bangsa negara Indonesia membutuhkan sikap dan perilaku yang konsisten, koheren, dan korespondensi  untuk melaksanakan dan mengamalkan Pancasila. Selama ini ada kesan untuk mendudukan Pancasila secara tidak proporsional, dimana Pancasila di anggap sebagai dasar dari kehidupan dalam kehidupan sosial dan budaya saja. Bersikap dan berperilaku konsisten atas Pancasila memiliki makna yaitu warga negara atau subjek harus mampu mewujudkan apa yang menjadi pemikirannya dalam bentuk tindakan dan perilaku. Sikap dan perilaku koherensi ialah suatu sikap dan perilaku yang mengakui adanya nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang bersifat intersubyektif. Sedangkan yang dimaksudkan dengan korespodensi ialah suatu gagasan atau konsep yang menyatakan bahwa nilai-nilai yang dianggap benar dan baik itu tidak hanya dalam hubungan intersubyektif, namun juga dengan alam semesta.
Sangat diperlukan adanya revitalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Revitalisasi adalah suatu aktivitas untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal karena mengalami bias atau kemunduran. Perlu ditekankan disini, yang perlu direvitalisasi adalah semangat dan kesadaran dalam berbangsa dan bernegara, bukan nilai-nilai Pancasilanya. Karena nilai-nilai Pancasia itu sifatnya abadi dan universal.
Adapun kompetensi-kompetensi yang diharapkan dari pendidikan kewarganegaraan yaitu :
1.    Hakikat pendidikan kewarganegaraan yang dimaksudkan agar kita sadar bernegara untuk bela negara dan cinta tanah air berdasarkan Pancasila.
2.    Pembekalan IPTEKS yang berlandaskan Pancasila, nilai-nilai keagamaan, dan nilai perjuangan bangsa untuk mengantisipasi perkembangan masa depan negara.
3.    Menumbuhkan wawasan warga negara dalam hal persahabatan, pengertian antarbangsa, perdamaian dunia, kesadaran bela negara, dan sikap berdasarkan nilai bangsa.
4.    Mampu meningkatkan kecerdasan, serta harkat martabat bangsa.
Pancasila yang terdiri dari atas 5 sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat dan suatu asas sendiri. Fungsi sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis. Satu kesatuan sila pancasil yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya bersumber pada hakikat  dasar ontologis manusia. Susunan pancasila adalah hirarkis dan berbentuk pyramidal. Pengertian pyramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hirarki sila-sila Pancasila dalam urutan luas (kuantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kualitas). Kalau dilihat dari intinya urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya merupakan pengkhususan sila-sila di mukanya. Kesatuan sila Pancasila yang Majemuk Tunggal dan Piramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi yang bukan hanya bersifat logis saja, namun juga ontologis yang juga dapat dikatakan dasar antropologis karena subjeknya merupakan manusia; epistimologis yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia; serta aksiologis. Prinsip dasar ini merupakan cita-cita bangsa, namun juga sebenarnya diangkat dari kenyataan. Nilai-nilai pancasila pada hakikatnya merupakan sumber dari segala hukum negara. Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok Kaidah Negara yang Fundamental.
Adapun nilai-nilai yang terkandung pada masing-masing sila adalah:
1.    Ketuhanan Yang Maha Esa. Segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus dijwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

2.    Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Dalam kehidupan kenegaraan harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat martabat manusia dan HAM harus terjamin.


3.    Persatuan Indonesia. Perbedaan di negara Indonesia adalah sebuah konsekuensi dan harus masing-masing mengikatkan diri dalam slogan Bhineka Tunggal Ika.

4.    Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Demokrasi mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara, karena rakyat adalah asal kekuasaan negara.


5.    Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Merupakan tujuan negara. Keadilan harus terwujud dalam kehidupan social yang didasari dengan keadilan kemanusiaan .



  TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA

Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu Negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan negarasecara berguna dan bermakna .
Untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air perlu pengembangan wawasan dan ketahanan pada setiap warga Negara.
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang system Pendidikan Nasional dan juga termuat dalam SK Dirjen Dikti. No.38/DIKTI/Kep/2003, dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran diarahkan pada perilaku yang mendukung upaya terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan Masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan sikap dan perilaku:
1.      Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggungjawab sesuai dengan hati  nuraninya.
2.      Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya.
3.      Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4.      Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk     menggalang persatuan Indonesia.
5.      Perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
6.      Perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil beradab;
7.      Perilaku kebudayaan, dan
8.      Beraneka kepentingan perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan.

 KESIMPULAN

         Pendidikan pancasila yang menjadi sumber dan pedoman bangsa mengantarkan mahasiswa dapat mengembangkan kepribadiannya serta dapat membantu mewujudkan nilai-nilai dasar pancasila dan kesadaran berbangsa dan bernegara. Pendidikan pancasila juga bertujuan untuk menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis serta berpandangan luas sebagai manusia intelektual.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 pengetahuan | Design : Noyod.Com | Images : Red_Priest_Usada, flashouille